Selamat malam kehidupan. Apa kabarmu???
Malam ini aku kembali bercerita. Masih dengan tokoh yang sama, dan peran yang sama. Tapi aku akan bercerita dari kisi yang berbeda, dengan kisah yang lain dan perasaan yang tak sama. Duduk manis. Seruput kopimu, dan mari dengarkan aku bercerita...
Sore itu tanggal 17 Desember 2013 langit Ciputat terlihat mendung, sepoi angin pun menyiratkan bahwa hujan sebentar lagi akan turun. Namun keadaan itu sama sekali tak menyurutkan niatku dan tiga orang sahabatku untuk mengantar kepergiannya. Hari itu adalah hari terakhir untuk kami bertemu dengan Adly sebelum waktu akan mempertemukan kita lagi nanti. Mungkin di tempat dan keadaan yang berbeda. Ya, kini waktunya untuk Adly menyusun kepingan puzzle impiannya yang sudah di depan mata. Langit Sidney telah menanti kedatangannya. Kami pun juga akan menyusun kepingan puzzle impian milik kami sendiri.
Sesuai kesepakatan, aku dan tiga orang sahabatku akan bertemu di terminal Lebak Bulus untuk kemudian menumpang Damri agar segera sampai di bandara Soekarno-Hatta. Aku dan Icha datang dari arah Ciputat, sementara Nur dan Tiwi datang dari arah rumah mereka masing - masing. Sayang si Kikit tidak bisa bergabung, ia memiliki tanggung jawab dengan pekerjaannya. Jam enam sore waktu yang kita sepakati untuk bertemu di Lebak Bulus.
Angkot yang aku dan Icha tumpangi dari arah Ciputat hanya melewati Pasar Jumat, butuh sedikit jalan kaki untuk sampai ke terminal Lebak Bulus. Obrolan seputar kampus menjadi penghantar kami untuk tiba di Lebak Bulus.
" Ly, itu Damrinya. Kalo kita ga naik sekarang, satu jam lagi baru ada lagi Damrinya. Ga akan kekejar nanti... " sontak Icha mengagetkanku ketika ia melihat Damri sudah keluar dari arah Lebak Bulus menuju Pasar Jumat.
Ahh mati kita, batinku.
Bergegas aku menghubungi Nur dan Tiwi yang masih terpisah dari kami untuk segera menyusul kami ke arah Pasar Jumat. Nur terhubung dan ia mengatakan bahwa ia akan menyusul kami ke Pasar Jumat. Sementara Tiwi sulit untuk dihubungi. Satu - satunya nomor telpon yang kami miliki tidak menjawab.
Satu menit. Dua menit. Lima menit. Nur tak kunjung terlihat batang hidungnya, padahal jarak dari terminal Lebak Bulus ke Pasar Jumat tidak terlampau jauh. Tak sabar akhirnya aku kembali menghubungi Nur.
" Ly, Nur udah di Damri. Lily dimana, Damrinya masih di Pasar Jumat..."
Semakin panik aku dibuatnya. Sementara aku dan Icha sekarang sudah di terminal Lebak Bulus. Tanpa pikir panjang, kami pun langsung memberhentikan ojek dan memintanya mengantar kami untuk menyusul Damri di Pasar Jumat.
Ahh perasaan sedikit tenang...
Rasanya baru sepersekian menit aku bernapas lega, ojek yang ku tumpangi membuatku naik pitam. Sudah aku katakan padanya, Damri masih ada di Pasar Jumat. Tapi bukannya stop di Pasar Jumat, si tukang ojek tak hirau dan justru membawaku melewati Pasar Jumat ke arah Pondok Indah.
Huh!!!
Emosiku belum meredam dengan si tukang ojek, tetiba Nur mengirimkan pesan dan mengatakan Damri masih di lampu merah Pondok Pinang.
Tuh kan apa gue bilang, ngeyel sih nih tukang ojek. Batinku.
Tanpa mempedulikan lagi sopan santun, aku meminta si tukang ojek untuk berhenti di lampu merah POINS Square dan memberinya uang sepuluh ribu dan bergegas meninggalkannya. Ahh hampir aku lupa, apa kabarnya si Icha. Dibawa kemana dia sama si tukang ojeknya.
" Ly, Icha udah di deket McD Pondok Indah. Lily dimana? Kesini dong, nanti Damrinya lewat sini. Icha sendirian nih.." Gerutu Icha.
" Yah Lily udah turun dari ojek nih, ojeknya nyebelin. Yaudah Icha tunggu situ aja, jangan kemana - mana ya. Si Nur bilang kalo Damrinya udah mau lewat POINS. Nanti Ly naik dari sini, dan minta berhenti di tempat Icha. Yaa..." pintaku.
Selang beberapa menit, Damri yang ditumpangi Nur pun lewat. Aku pun memberhentikannya. Happ, dan aku naik. Menyusul kemudian Icha naik di dekat McD Pondok Indah. Huff... Selesai...
Huaaahh ternyata masalah belum selesai.
Satu... Dua... Tiga... Icha ada... Nur ada... Lily ada... dan Tiwi??? Ya Tiwi... Kami janjian berempat, dan sekarang kami hanya bertiga. Astaghfirullah, Tiwi!!! Akibat ponselnya yang sulit dihubungi tadi, dan tragedi kejar Damri tadi kami jadi lupa menghubungi Tiwi kembali.
Masih dalam kondisi panik, Tiwi mengirimkan pesan dan mengatakan maaf karena ponselnya tadi mati. Kami pun juga meminta maaf karena terpaksa meninggalkan Tiwi untuk mengejar Damri. Ku katakan pada Tiwi untuk menyusul dengan Damri berikutnya, semoga kekejar.
" Inget, terminal 2E ya Wi. Minta sama supirnya turunin di 2E. Nanti kita tunggu situ... " Pesanku pada Tiwi.
Huff... Kali ini aku benar - benar bisa bernapas lega. Kami pun sudah duduk manis di dalam Damri. Di temani dengan hawa dingin dari mesin penyejuk udara dan bau aneh dari bensin kendaraan , kami pun mengurai debat soal tragedi kejar - kejaran tadi.
Dua jam waktu yang kami butuhkan untuk tiba di bandara. Hawa dingin membuatku "kebelet" dan bahkan kami pun sudah kehabisan bahan obrolan. Tak berapa lama memasuki wilayah bandara Soekarno - Hatta, Adly menghubungiku untuk memastikan bahwa kami jadi mengantarnya ke bandara.
Jadi lah Dly... Bahkan kami pun lebih dulu sampai di bandara ketimbang kau Dly... he he he
Sambil menunggu Adly dan keluarganya, kami memutuskan untuk segera mencari toilet terdekat. Membuang hajat masing - masing yang sudah tak tertahankan. Selang beberapa menit kami keluar dari toilet, Tiwi menghubungiku dan mengatakan bahwa ia sudah tiba di Terminal 2E dekat Solaria. Lantas segeralah kami kesana.
Setelah seperintilan kejadian - kejadian yang mewarnai perjalanan kami, akhirnya kami pun bertemu dengan Adly dan keluarganya. Wajahnya tak seceria biasanya. Matanya sedikit bengkak, dan wajahnya pun memerah. Meskipun senyum dan celotehan khasnya masih ada, tapi itu terkalahkan oleh rona kesedihan yang sedang menggelayutinya.
Sabar ya Dly, semua akan indah pada waktunya. Batinku.
Selamat jalan Adly, selamat menyusun kepingan impianmu dan emoga kesuksesan selalu menyertaimu.
AMIGOS are so proud of you...
Salam untuk Sidney ya... Katakan padanya salam kenal dari Lily, kapan - kapan aku mampir...
"Jika
pertemuan adalah awal dari sebuah perpisahan, maka perpisahan adalah
awal dari sebuah keindahan untuk pertemuan selanjutnya"



This comment has been removed by the author.
ReplyDelete